Keluarga pak tani terdiri dari istri dan seorang putri remaja. Selain memelihara ternak dan unggas pak keluarga pak tani
juga memelihara seekor anjing. Anjing itu diberi nama Belang.
Untuk menjaga kancil hasil tangkapannya, pak tani menyuruh si Belang.
Betapa herannya si belang demi mengetahui bahwa sang Kancil berwajah riang di dalam kurungan.
Belang: "Kamu ini dikurung bukannya sedih? Apa kamu tidak tahu resikonya dikurung di sini heh..? Jadi gulai-enak baru
tahu rasa kamu!"
Kancil: "Hidup akan jadi mulia kok sedih, buat apa sedih?"
Belang: "Mulia? Ada apa ini gerangan? Bagaimana bisa, dikurung begitu dikata mulia?"
Kancil: "Wah kamu kurang pergaulan. Tuanmu itu mengadakan ujian, kalau aku lulus uji ini aku akan hidup mulia. Aku
ini sebenarnya segan, tetapi tuanmu itu memaksa terus. Ya sudah aku pasrah mengikuti ujian ini."
Belang: "Ada apa ini heh.? Aku belum mengerti."
Kancil: "Tuan putrimu itu kan sudah menginjak dewasa. Nah dia sudah waktunya menikah."
Belang: "Putri Endang Marsudirini namanya. Nah apa hubungannya dengan ceritamu tadi?"
Kancil: "Tuanmu memaksa, kalau aku lulus uji tahan dikurung semalaman seperti ini maka aku akan diambil menjadi menantunya.
Aku akan segera dinikahkan dengan si Endang itu."
Belang: "Sontoloyo!!!
Merah padam muka si Belang karena terlalu kaget. Merinding seluruh tubuhnya. Sebentar kemudian dia ingat akan nasib dirinya.
Belang: "Ohh dewa, dewa.. yang menjaga hidupku.. kenapa nasibku begini.. dimana letak keadilan.. ohh dewa.dewa. Aku ini
sudah bertahun-tahun mengabdi kepada tuanku tetapi beginilah balasannya. Apakah tidak ada artinya sama sekali jasaku itu,
kenapa dia memilih orang jauh untuk dimuliakan jadi menantu. Ehhm malang benar nasibku ini."
Kancil: "Ehh... ada apa ini, menitik air mataku mendengar keluhanmu?"
Belang: "Aku ini sudah mengabdi lama disini, tetapi kenapa tuanku itu memilih orang jauh yang belum dikenal dekat oleh
keluarga ini sebagai menantunya? Apakah kekuranganku, apakah tiada artinya aku ini?"
Kancil: "Kamu ini tidak kurang suatu apa, tapi mungkin tuanmu itu tidak yakin kamu mampu melewati ujian seperti aku ini."
Belang: "Wah hanya orang sinting yang tidak bisa lulus uji seperti itu. Itu terlalu mudah buatku."
Kancil: "Wah aku kasihan padamu. Kalau kamu memang mau nikah sama Endang, ya sudah aku rela mundur. Maukah kamu menggantikanku?"
Belang: "Wah terlalu mau."
Belang terbujuk oleh siasat si Kancil. Tidak berapa lama, Belang menggeser batu penindih kurungan, Kancil dengan mudah
keluar kurungan. Ganti si Belang yang masuk kurungan.
Belang: "Terima kasih atas kebaikan hatimu. Ini kamu saya kasih uang lumayan untuk uang saku bepergian."
Kancil: "Ya terima kasih. Hati-hati jangan sampai keluar kurungan sampai besok pagi. Si Endang jangan disia-siakan ya."
Belang: "Ya, aku akan tahan uji. Aku janji Si Endang akan aku bahagiakan."
Kancil pergi jauh.